Tidakdapat dipungkiri bahwa dewasa ini terdapat banyak sekali kasus mengenai perbuatan-perbuatan pemerintah yang secara subtansial dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum. namun, karena didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh negara, perbuatan ini tidak dipandang sebagai perbuatan melawan hukumBerandaKlinikIlmu HukumPerbedaan Perbuatan ...Ilmu HukumPerbedaan Perbuatan ...Ilmu HukumSelasa, 5 April 2022Jika kita sering mendengar "perbuatan melawan hukum" PMH dalam aspek hukum perdata, tapi bagaimanakah konsep PMH dalam hukum pidana? Apa unsur-unsurnya? Serta apa perbedaannya dengan konsep PMH dalam hukum perdata?Perbuatan melawan hukum adalah sebuah istilah yang dikenal dalam hukum pidana dan hukum perdata. Dalam hukum perdata, istilah perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, sedangkan dalam konteks hukum pidana, perbuatan melawan hukum terkandung dalam sejumlah ketentuan pidana. Lalu, apa perbedaan antara keduanya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini. Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana yang dibuat oleh Albert Aries, dan dipublikasikan pertama kali pada Kamis, 28 Maret disebutkan dalam pertanyaan, dalam ilmu hukum dikenal adanya istilah perbuatan melawan hukum. Adapun istilah perbuatan melawan hukum terdapat dalam dua aspek hukum, yaitu hukum perdata dan hukum membahas perbedaan antara keduanya, kami akan membahas konsep perbuatan melawan hukum menurut hukum perdata terlebih Melawan Hukum dalam Hukum PerdataDalam konteks hukum perdata, perbuatan melawan hukum dikenal dengan istilah onrechtmatige daad. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, perbuatan melawan hukum adalahTiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian Rosa Agustina, dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum dipaparkan bahwa dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syaratBertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;Bertentangan dengan kesusilaan;Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan Darus Badrulzaman dalam bukunya KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, sebagaimana dikutip oleh Rosa Agustina, menguraikan unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang harus dipenuhi, antara lain[1]Harus ada perbuatan positif maupun negatif;Perbuatan itu harus melawan hukum;Ada kerugian;Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;Ada Melawan Hukum dalam Hukum PidanaBerbeda dengan istilah onrechtmatige daad yang digunakan untuk menyebutkan suatu perbuatan melawan hukum perdata, pada hukum pidana, perbuatan melawan hukum dikenal dengan istilah Satochid Kartanegara, “melawan hukum” wederrechtelijk dalam hukum pidana dibedakan menjadi Wederrechtelijk formil, yaitu apabila sesuatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh materiil, yaitu sesuatu perbuatan yang “mungkin” bersifat wederrechtelijk, walaupun tidak dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Melainkan juga asas-asas umum yang terdapat di dalam lapangan hukum algemen beginsel.Lebih lanjut, Schaffmeister, sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia berpendapat bahwa “melawan hukum” yang tercantum di dalam rumusan delik yang menjadi bagian inti delik disebut sebagai “melawan hukum secara khusus” contoh Pasal 372 KUHP, sedangkan “melawan hukum” sebagai unsur yang tidak disebut dalam rumusan delik tetapi menjadi dasar untuk menjatuhkan pidana disebut sebagai “melawan hukum secara umum” contoh Pasal 351 KUHP. Pendapat dari Schaffmeister ini benar-benar diterapkan dalam hukum positif di Indonesia, contohnya dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Dalam Pasal 2 UU Tipikor terdapat unsur melawan hukum, sedangkan dalam Pasal 3 UU Tipikor tidak dicantumkan unsur “melawan hukum”.Perbedaan PMH dalam Hukum Pidana dan PerdataMenjawab pertanyaan Anda, perbedaan perbuatan melawan hukum dalam konteks hukum pidana dengan perbuatan melawan hukum dalam konteks hukum perdata lebih dititikberatkan pada perbedaan sifat Hukum pidana yang bersifat publik dan hukum perdata yang bersifat itu, sebagai referensi, kami akan mengutip pendapat dari Munir Fuady dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer yang menyatakanHanya saja yang membedakan antara perbuatan melawan hukum pidana dengan perbuatan melawan hukum perdata adalah bahwa sesuai dengan sifatnya sebagai hukum publik, maka dengan perbuatan pidana, ada kepentingan umum yang dilanggar disamping mungkin juga kepentingan individu, sedangkan dengan perbuatan melawan hukum perdata maka yang dilanggar hanya kepentingan pribadi informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra jawaban kami mengenai Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana. Semoga hukumKitab Undang-Undang Hukum Perdata;Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Hamzah, Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia;Munir Fuady,Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Bandung PT. Citra Aditya Bakti, 2005;Rosa Agustina,Perbuatan Melawan Hukum, Depok Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, 2003.[1] Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Depok Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, 2003, hal. Akantetapi, kemudian Hoge Raad dalam kasus yang terkenal Lindenbaum melawan Cohen memperluas pengertian melawan hukum bukan hanya sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang, tetapi juga perbuatan yang melanggar kepatutan, kehati-hatian, dan kesusilaan dalam hubungan antara sesama warga masyarakat dan terhadap benda orang lain.4 Putusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919 Setelah beberapa tahun perkembangan praktik peradilan mengenai perbuatan melawan hukum, akhirnya Hoge Raad mengikuti Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang undang Hukum Perdata KUHPerdata. Menurut KUHPerdata, suatu perjanjian terjadi ketika telah adanya kata sepakat consensus dari kedua pihak dan kesepakatan itu mengikat pihak yang membuatnya layaknya undang-undang. Akan tetapi, adakalanya pelaksanaan perjanjian tidak berjalan sesuai yang dikehendaki kedua belah pihak dimana salah satu pihak tidak menjalankan perjanjian dengan sempurna. Dalam hukum perikatan hal ini dikenal dengan istilah cidera janji atau wanprestasi. Layaknya sebuah perjanjian, ketentuan mengenai Perbuatan Melawan Hukum juga diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perbuatan yang melawan hukum adalah perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dan mewajibkan orang yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut untuk mengganti kerugian. Pengertian ini secara jelas menyebutkan akibat dari adanya perbuatan melawan hukum tersebut adalah mewajibkan orang yang berbuat untuk mengganti kerugian tersebut. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Analisis Terhadap Kasus Gugatan Wanprestasi Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020 dan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 Ditujukan untuk memenuhi ujian tengah semester mata kuliah Hukum Perikatan DOSEN PENGAMPU Dwi Aryanti Ramadhani, DISUSUN OLEH Nilla Deva Lusyana 2010611003 Kelas A PROGRAM STUDI HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2021 Analisis Kasus Wanprestasi Perjanjian Jual Beli dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020 I. Nomor Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020 II. Identitas para pihak i. Ayunita Purnamasari, diwakilkan oleh kuasa hukum Aman Susanto, SHI., MH., M. Hasan, SHI., Ali Ridlo, SHI, MEI., Sahril Fadli, SHI., MHI., Kharis Mudakir, SHI., MH., Advocates & Legal Consultants sebagai Penggugat ii. Wakhid Budi Triyono sebagai Tergugat III. Objek Perjanjian Objek jual beli mengenai wanprestasi dalam perkara perjanjian jual beli ini adalah sebuah rumah dengan luas bangunan 40 m2 empat puluh meter persegi type 40 empat puluh yang berdiri di atas sebidang tanah seluas 81 m2 delapan puluh satu meter persegi yang terletak di Dusun Wonosalam Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, dengan nomor kavling B1. IV. Kasus Posisi / Kronologis Tanggal 30 Oktober 2017 Penggugat mendaftarkan surat gugatan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sleman dalam register Nomor 264/ Smn tentang duduk perkara Penggugat berniat membeli tanah beserta rumah yang berdiri diatasnya. Kemudian Penggugat mencari informasi melalui teman maupun media cetak dan mendapat informasi bahwa Tergugat pada waktu itu berniat menjual tanah dan menyanggupi bangunan rumah di atasnya. Tergugat menawarkan tanah sekaligus menyanggupi bangunan rumah di atasnya dengan luas 40 m2 type 40 yang berdiri di atas tanah seluas 81 m2 yang terletak di Dusun Wonosalam Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, dengan nomor kavling B1 sebagaimana sertifikat Hak Milik Nomor 7746/Sukoharjo atas nama Wakhid Budi Triyono kepada Penggugat dengan harga Rp. dua ratus sepuluh juta rupiah. Atas tawaran tersebut, Penggugat tertarik untuk membeli tanah beserta rumah di atasnya sebagaimana rincian tersebut. Pada tanggal 10 Maret 2015, Penggugat menandatangani surat Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli dengan Nomor 004/GW/PP/KT/03/2015 dimana Penggugat sebagai pembeli dan Tergugat sebagai penjual dengan objek jual beli sesuai dengan rincian bangunan dan rumah diatas. Penggugat dan Tergugat telah membuat kesepakatan yang dituangkan pada Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli dengan Nomor 004/GW/PP/KT/03/2015. Dimana sebagian isi dari kesepakatan tersebut adalah Bahwa Penggugat sepakat membeli tanah beserta bangunan rumah di atasnya dari Tergugat dengan harga Rp. Secara Angsuran dengan rincian sebagai berikut Booking Fee = Rp tanggal 27 Februari 2015 Angsuran I = Rp tanggal 10 Maret 2015 Angsuran II = Rp tanggal 20 Maret 2015 Angsuran III = Rp tanggal 06 Mei 2015 Angsuran IV = Rp tanggal 06 Juni 2015 Angsuran V = Rp tanggal 06 Juli 2015 Angsuran VI = Rp tanggal 06 Agustus 201 Angsuran VII sejumlah Rp. pada saat serah terima kunci dan Sertifikat Hak Milik. Selanjutnya Bahwa Tergugat berkewajiban menyelesaikan pembangunan rumah tersebut dalam waktu 6 bulan sejak penandatanganan perjanjian tersebut. Apabila dalam jangka waktu tersebut Tergugat belum menyelesaikan pembangunan rumah tersebut maka Penggugat pada bulan berikutnya selama pembangunan rumah belum selesai akan mendapat ganti rugi atas keterlambatan penyelesaian pembangunan dari Tergugat sebesar 2,5% dari presentase sisa progres pekerjaan yang belum diselesaikan oleh Tergugat. Selain itu, dalam isi kesepakatan itu juga tertulis Bahwa setelah pembangunan rumah selesai dan pembayaran selesai dinyatakan lunas, maka Tergugat berkewajiban untuk mengalihkan hak atas tanah dimana rumah tersebut berdiri kepada Penggugat dan segera mendaftarkan peralihan hak tersebut ke kantor Badan Pertanahan Nasional setempat serta menyelesaikan balik nama Sertifikat Hak Milik sehingga tertulis atas nama Penggugat atas beban biaya sesuai dengan perjanjian tersebut. Sebagaimana kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli dengan Nomor 004/GW/PP/KT/03/2015 tertanggal 10 Maret 2015, Penggugat telah melaksanakan prestasinya sebagai pembeli dengan sudah menyerahkan pembayaran-pembayaran Booking Fee dan Angsuran I hingga Angsuran VI sebagaimana yang telah disepakati bersama antara Penggugat dengan Tergugat. Setelah itu Penggugat berniat membayar angsuran terakhir sebesar Rp. empat puluh lima juta rupiah tetapi Tergugat belum menyelesaikan kewajibannya untuk menyelesaikan bangunan sesuai waktu yang disepakati tetapi Tergugat telah menerima dan menikmati uang pembayaran Angsuran I hingga VI dari Penggugat dengan total Rp. seratus enam puluh lima juta rupiah. Tergugat kemudian mengajak Penggugat untuk menandatangani addendum dengan judul Perjanjian Pendahuluan Lanjutan Perikatan Jual Beli tertanggal 14 September 2016 yang dibuat oleh tergugat, yang berisi Bahwa tergugat tidak dapat menyelesaikan pembangunan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat Perjanjian Perikatan Jual Beli Nomor 004/GW/PP/KT/03/2015; Bahwa Penggugat akan mendapatkan ganti rugi atas keterlambatan penyelesaian pembangunan dari Tergugat; Bahwa Tergugat menyatakan kesanggupan untuk menyelesaikan pembangunan rumah tersebut dalam kondisi siap huni; Bahwa apabila waktu yang telah ditentukan tidak dapat diselesaikan Tergugat, maka Tergugat dan Penggugat sepakat untuk menyelesaikan proses jual beli di hadapan notaris. Setelah Perjanjian Pendahuluan Lanjutan Perikatan Jual Beli tertanggal 14 September 2016 ditandatangani, Tergugat tidak juga menyelesaikan pembangunan rumah tersebut bahkan tidak pernah menghubungi Penggugat terkait perkembangan rumah tersebut. Hal ini memberikan kerugian kepada Penggugat hingga harus menyewa kamar kost untuk tempat tinggal sementara. Penggugat berulang kali menegur, mengingatkan, mengirim surat, melayangkan somasi sebanyak dua kali kepada Tergugat untuk memenuhi kewajibannya dan Penggugat telah siap melanjutkan pelunasan secara tunai sekaligus, namun Tergugat selalu berkilah untuk melanjutkan kewajibannya dan sulit untuk ditemui sehingga sengketa belum dapat diselesaikan. Dalam konvensi, Tergugat memberikan jawaban Bahwa Tergugat benar dan mengakui alasan penggugat dimana Penggugat dan Tergugat sepakat dengan Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli Nomor 004/ GW/KT/03/2015 dan Bahwa Tergugat akan melanjutkan pekerjaan sebagai tindakan dari Perjanjian Pendahuluan Lanjutan Perikatan Jual Beli dan tinggal memasang daun pintu, jendela, dan meteran listrik PLN, serta meteran PDAM, namun Penggugat justru memasang sendiri teralis jendela dan meteran listrik sendiri tanpa ijin dari Tergugat. Setelah adanya tindakan sepihak itu, Tergugat telah menegur Penggugat karena keluar dari perjanjian mereka yang Tergugat anggap merugikan Tergugat. V. Analisis Putusan Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUHPerdata, dalam ketentuan ini dinyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut KUHPerdata, suatu perjanjian terjadi ketika telah adanya kata sepakat consensus dari kedua pihak dan kesepakatan itu mengikat pihak yang membuatnya layaknya undang-undang. Akan tetapi, adakalanya pelaksanaan perjanjian tidak berjalan sesuai yang dikehendaki kedua belah pihak dimana salah satu pihak tidak menjalankan perjanjian dengan sempurna. Dalam hukum perikatan hal ini dikenal dengan istilah cidera janji atau wanprestasi. Seperti yang terjadi pada kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020 yang merupakan sebuah kasus gugatan wanprestasi antara Penggugat Ayunita Purnamasari, yang diwakilkan oleh kuasa hukumnya dengan Tergugat, Wakhid Budi Triyono. Dalam putusan pengadilan tingkat pertama dengan Putusan Nomor 264/ Smn, Majelis Hakim mengabulkan petitum dari Penggugat yang menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan Wanprestasi. Dalam tingkat Banding dengan Putusan Nomor 132/PDT /2018/PT YYK, Majelis Hakim kembali memeriksa, meneliti, dan mencermati berkas perkara Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 264/ Smn. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa putusan Majelis Hakim tingkat pertama telah memutus dengan tepat dan benar. Hal ini menguatkan bahwa benar adanya wanprestasi yang dilakukan oleh Tergugat/Pembanding terhadap Penggugat/Terbanding berdasarkan berkas perkara dan surat-surat lain yang berhubungan dengan perkara ini. Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor. 2239 K/Pdt/2020 yang sudah berkekuatan hukum tetap inkracht van gewijsde selanjutnya menguatkan Putusannya dalam Tingkat Pertama maupun Tingkat Banding dimana dalam perkara ini tergugat tidak menyelesaikan kewajibannya untuk memenuhi prestasi dari hasil perjanjiannya. Oleh sebab itu tindakan Tergugat adalah perbuatan wanprestasi terhadap Penggugat. Berdasarkan pertimbangan Hakim tersebut, maka penulis analisis bahwa perjanjian jual beli beserta revisi yang dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat dengan objek rumah di atas sebidang tanah adalah sah menurut hukum dan perbuatan Tergugat merupakan sebuah wanprestasi. Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian atau persetujuan dimana satu pihak mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lainnya mengikatkan diri untuk membayar sesuai harga yang telah dijanjikan. Menurut Pasal 1458 KUHPerdata, jual beli dianggap telah terjadi antara kedua pihak setelah para pihak mencapai kesepakatan tentang barang beserta harganya meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Jika dikaitkan dengam kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020, maka jual beli antara Penggugat dan Tergugat dianggap telah terjadi. Hal ini diperkuat dengan adanya kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli Nomor 004/ GW/KT/03/2015 dan adendumnya. Artinya bahwa perjanjian tersebut sesuai dengan Pasal 1313 KUHPerdata yaitu kedua pihak telah mengikatkan dirinya dan Pasal 1233 KUHPerdata dimana perjanjian tersebut melahirkan suatu perikatan dan perjanjian tersebut merupakan sumber perikatan disamping undang-undang. Perjanjian yang dilakukan antar Penggugat dan Tergugat di atas juga telah memenuhi ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu a. Kesepakatan Pada kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020, pihak-pihak yakni Penggugat dan Tergugat telah mengadakan perjanjian jual beli yang tertuang dalam Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli Nomor 004/ GW/KT/03/2015 yang telah ditanda tangani kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian jual beli tersebut maka telah memenuhi unsur kesepakatan antar Penggugat dan Tergugat. b. Kecakapan Untuk Mengadakan Suatu Perjanjian Dalam undang-undang ditentukan bahwa untuk dapat melakukan perbuatan hukum, seseorang harus cakap. Seseorang dikatakan cakap ketika telah memenuhi syarat-syarat cakap yang ditentukan oleh undang-undang dimana salah satunya adalah dewasa dan sedang tidak berada dibawah pengampuan. Pada kasus dalam Putusan Nomor 2239 K/Pdt/2020, kedua pihak yang bersengketa sudah cakap melakukan suatu perjanjian karena keduanya sudah dewasa dan tidak berada dibawah pengampuan. c. Objek atau Hal tertentu Objek atau hal tertentu dalam hal ini maksudnya adalah jenis benda yang ada dalam perjanian sudah ditentukan. Dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020, jenis benda dalam perjanjian telah ditentukan yaitu berupa sebuah rumah dengan luas bangunan 40 m2 empat puluh meter persegi type 40 empat puluh yang berdiri di atas sebidang tanah seluas 81 m2 delapan puluh satu meter persegi yang terletak di Dusun Wonosalam Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, dengan nomor kavling B1. d. Suatu Sebab yang Halal Suatu sebab yang halal berarti apa yang menjadi isi dari perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dilihat dari hasil analisa terhadap Pasal 1320 KUHPerdata, maka dapat disimpulkan perjanjian tersebut sah karena memenuhi syarat sahnya perjanjian. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor. 2239 K/Pdt/2020, kedua belah pihak telah mengikatkan dirinya melalui Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli Nomor 004/ GW/KT/03/2015 dan adendumnya, Perjanjian Pendahuluan Lanjutan Perikatan Jual Beli tertanggal 14 September 2016. Perjanjian tersebut adalah perjanjian yang bersifat timbal balik, maka antar Penggugat dan Tergugat masing-masing memiliki hak dan kewajiban atas suatu prestasi yang mana bentuk dari prestasi tersebut diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu Memberikan sesuatu, Berbuat sesuatu, dan Tidak berbuat sesuatu sehingga baik Penggugat dan Tergugat berhak dan wajib memenuhi prestasinya masing-masing. Tindakan Tergugat yang tidak melaksanakan kewajiban untuk menyelesaikan pembangunan objek jual beli yang seharusnya selesai 6 bulan setelah penandatanganan perjanjian sebagaimana yang tertuang dalam Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli Nomor 004/GW/PP/KT/03/2015 merupakan sebuah perbuatan wanprestasi terhadap Penggugat yakni Tergugat tidak melakukan sesuatu yang telah diperjanjikan dan terlambat dalam melakukan prestasinya. Hal ini melanggar ketentuan dalam Pasal 1234 KUHPerdata. Selain itu, perbuatan Tergugat di atas juga bertentangan dengan Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan persetujuan harus dilakukan dengan itikad baik. Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur Tergugat dalam hal ini menimbulkan kerugian bagi kreditur Penggugat, baik kerugian materil maupun kerugian imateriil. Mengacu pada Pasal 1236 KUHPerdata, debitur wajib memberikan ganti rugi dan bunga kepada kreditur apabila debitur telah menjadikan dirinya tidak mampu untuk menyerahkan kewajibannya atau tidak merawatnya dengan sebagaimana harusnya. Dalam konvensi, Tergugat menyatakan bahwa penyebab wanprestasi yang dilakukan Tergugat adalah karena Tergugat merasa dirugikan karena Penggugat melakukan secara sepihak pemasangan teralis jendela dan meteran listrik sendiri tanpa ijin dari Tergugat. Namun hal ini tidak dibenarkan oleh Majelis Hakim karena hal ini justru meringankan beban Tergugat dan bukan merupakan alasan yang dibenarkan untuk melakukan wanprestasi. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 1244 KUHPerdata yang menyatakan debitur dapat dihukum untuk membayar kerugian akibat tindakannya karena tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakan perjanjiannya itu disebabkan oleh hal tak terduga dan Pasal 1245 KUHPer yang meyatakan tidak ada penggantian kerugian apabila karena adanya keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan. Oleh karena itu, dalam putusan pengadilan mengenai perkara ini sudah tepat bahwa Tergugat dibebankan untuk menyelesaikan prestasinya yang belum dipenuhinya karena Tergugat tidak dapat membuktikan alasan wanprestasinya itu karena sebab hal yang tidak terduga sedangkan kerusakan atau penyusutan objek sengketa yang disebabkan oleh waktu tidak dapat dibebankan kepada Tergugat karena hal ini berada di luar kuasa Tergugat. Kesimpulan yang didapat dari analisis kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020 adalah perjanjian yang telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut layaknya sebuah undang-undang. Suatu perbuatan dikatakan perbuatan wanprestasi ketika salah satu pihak yang mengadakan perjanjian tidak memenuhi prestasinya seperti yang telah disepakati dalam isi perjanjian yang dibuatnya. VI. Referensi Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku Marilang. 2017. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Makassar Indonesia Prime. Pangestu, M. T. 2019. Pokok-pokok Hukum Kontrak. Makassar CV. Social Politic Genius SIGn. Wardiono, K., & dkk. 2018. Buku Ajar Hukum Perdata. Surakarta Muhammadiyah University Press. Arikel Jurnal APRIANI, T. 2021. Konsep Ganti Rugi Dalam Perbuatan Melawan Hukum Dan Wanprestasi Serta Sistem Pengaturannya Dalam Kuh Perdata. Ganec Swara, 151, 929. Dalimunthe, D. 2017. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW. Jurnal Al-Maqasid, 31, 14. Langi, M. 2016. Akibat Hukum Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli. Lex Privatum, 43, 99–106. Nurdianto, F. T. 2014. PEMBAYARAN GANTI RUGI OLEH DEBITUR KEPADA KREDITUR AKIBAT WANPRESTASI DALAM PERJANJIA N BERDASARKAN PASAL 1236 KUHPERDATA. Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, VI7, 58–65. Santoso, L., & Lestari, T. W. S. 2017. Konparasi Syarat Keabsahan “Sebab Yang Halal” Dalam Perjanjian Konvensional Dan Perjanjian Syariah. Al-Istinbath Jurnal Hukum Islam, 21, 1. Analisis Kasus Perbuatan Melawan Hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 I. Nomor Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 II. Identitas Para Pihak i. Chanifah Istri almarhum Maryun diwakili oleh kuasa hukumnya Nurul Amalia, SH., Syah Fitri Harahap, SH. yang selanjutnya diteruskan oleh ahli warisnya 1 Ida Mardiana, 2 Eko Mubari, 3 Dwi Siswanto, 4 Endang Rohimawati, 5 Imam Khuzaeni, 6 Eti Rahmayanti, 7 Abdul Rozak, 8 Lukman, 9 Lisza, dan 10 Yunan sebagai Penggugat ii. Sukirno alias Akhiong Tjun Djung Khiong sebagai Tergugat I iii. Ricky Dinata sebagai Tergugat II iv. PT. BDN Cabang Jakarta Mangga Besar, atau kemudian bernama PT. BANK MANDIRI Credit Recovery III sebagai Tergugat III v. Balsabar Siagian, SH., Notaris dan PPAT Jakarta Utara sebagai Tergugat IV vi. Badan Pertanahan Nasional Cq. Kantor Pertanahan Jakarta Utara sebagai Turut Tergugat I vii. Pemerintah RI Cq Departemen Keuangan RI Cq. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta I sebagai Turut Tergugat II III. Objek Sengketa Tanah darat yang terletak di Jalan Warakas Gg Xi/63 Rt 013 /010 Kelurahan Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara seluas 113 m2 dengan bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut seluas 113 m2 IV. Kasus Posisi/ Kronologis Penggugat adalah istri ahli waris dari almarhum Maryun yang memiliki tanah seluas 113 M2 dengan bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut seluas 113 M2, yang terletak di Jalan Warakas Gg XI/63 dengan bukti kepemilikan sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987 atas nama Maryun almarhum. Sejak tahun 1982 hingga saat ini Penggugat sudah menempati tanah tersebut dengan bukti kepemilikan sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987 atas nama Maryun almarhum dan Penggugat tidak pernah pindah atau mengosongkan tanah tersebut. Tanah dan bangunan tersebut diperoleh dari hasil jual beli antara Penggugat dengan Bapak Djasid tahun 1976 dengan harga sebesar Rp. Sejak menempati tanah tersebut hingga saat ini Penggugat masih membayar iuran pembangunan daerah dan Pajak Bumi dan Bangunan per tanggal 7 Mei 2012 bahkan nama yang tertera dalam Surat Tanda Terima Setoran STSS masih atas nama Bapak Maryun almarhum. Pada tahun 1995 Penggugat meminjam uang kepada Tergugat I sebesar Rp. satu juta rupiah dengan menjaminkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang dimiliki Penggugat. Jangka waktu pinjam uang yang disepakati adalah selama satu tahun dan berdasarkan kesepakatan secara lisan, Penggugat diwajibkan membayar bunga sebesar Rp. per bulan. Penggugat melakukan pembayaran dengan lancar setiap bulannya selama satu tahun, kemudian Penggugat bermaksud akan mengambil sertifikat hak guna bangunan miliknya tersebut, akan tetapi Tergugat I tidak ada di rumah dan sangat sulit untuk ditemui. Pada tanggal 12 Mei 1998 Tergugat I mengirim surat ke Penggugat yang isinya Tergugat I akan mengembalikan sertifikat Penggugat yang dijaminkan oleh Penggugat sekitar bulan Agustus 1998 tetapi setelah bulan yang dijanjikan Tergugat I tidak pernah mengembalikan sertifikat Hak Guna Bangunan milik Penggugat. Sekitar tahun 2002 Penggugat bermaksud menemui Tergugat I, Tetapi Penggugat hanya dijanjikan pengembalian setifikat hak guna bangunan akan dikembalikan dalam dua hari, Penggugat pun kembali akan menemui Tergugat I tetapi Tergugat I sudah tidak dapat ditemui. Penggugat sadar Tergugat I bermaksud beritikad baik terhadap hak guna bangunan asli milik Penggugat tersebut. Sejak tahun 2002 sampai 2003 Penggugat masih menunggu Tergugat I untuk mengembalikan, tetapi dikarenakan Tergugat I tidak dapat ditemui, maka Penggugat melaporkan peristiwa tersebut kepada Kepolisian Resor Jakarta Utara. Pertengahan tahun 2004 Penggugat hendak menaikkan sertifikat hak guna bangunan menjadi hak milik, Penggugat mendatangi Turut Tergugat I, namun Penggugat terkejut setelah diketahui bahwa Sertifikat Hak guna Bangunan yang dimiliki Penggugat telah dialihkan kepada Tergugat II berdasarkan Akta Jual Beli PPAT Belsasar Siagiaan, SH., tertanggal 8 Februari 1996 dengan No. 95/ dan tercatat di Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara tertanggal 22 Februari 1996. Padahal Penggugat tidak pernah mengenal dan tidak Pernah berhubungan dengan Tergugat II. Penggugat tidak pernah menyerahkan baik fotocopy maupun dokumen asli dan sebagainya, tidak pernah membuat surat kuasa kepada Tergugat IV yaitu sebagai notaris dan PPAT Jakarta Utara, tidak pernah menandatangani akta jual beli, serta tidak pernah menandatangi surat apapun yang ada kaitannya dengan pengalihan hak kepada Tergugat II. Selanjutnya didapati fakta bahwa Turut Tergugat I mengeluarkan surat No. 1008/III/PT/JU/6/2003 tertanggal 24 Juni 2004 yang berisikan penjelasan mengenai sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo telah beralih kepemilikan menjadi atas nama Tergugat II. Tanpa sepengetahuan Penggugat pula, Tergugat II telah menggunakan sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo sebagai jaminan untuk meminjam modal. Tanpa sepengetahuan dan seijin Penggugat, Tergugat II pun telah menggunakan setifikat Hak Guna Bangunan No. 987 milik Penggugat untuk mengajukan pinjaman uang kepada Tergugat III, kemudian Tergugat III pun memberikan fasilitas kredit kepada tergugat II dengan perjanjian kredit No. 28/03/C/ tertanggal 28 Februari 1996. Pemberian kredit tersebut diberikan Tergugat III tanpa dilakukan survey terlebih dahulu ke alamat tanah yang dijaminkan. Selanjutnya Penggugat mengetahui fakta adanya piutang macet Tergugat II kepada Tergugat III dimana sertifikat hak guna bangunan Penggugat menjadi barang jaminan yang akan dilelang oleh Tergugat IV karena sudah dalam tahap penjualan barang sitaan. Tergugat IV menyarankan Penggugat mengikuti lelang terbuka untuk membeli kembali setifikat tersebut, namun Penggugat tidak pernah diberitahukan mengenai adanya pelelangan tersebut. V. Analisis Putusan Dalam putusan pengadilan tingkat pertama dengan Putusan Nomor 341/ Majelis Hakim mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Penggugat yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat IV merupakan perbuatan melawan hukum, menyatakan tanah bersertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo adalah milik sah Penggugat, menyatakan perjanjian lisan antara Penggugat sebagai kreditur dan Tergugat sebagai debitur adalah sah dan mengikat Penggugat serta Tergugat I, menyatakan akta-akta Tergugat yang berkaitan dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo batal demi hukum, serta menghukum para Tergugat untuk membayar uang paksa. Mahkamah Agung menguatkan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama dalam tingkat kasasi yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 yang sudah berkekuatan hukum tetap inkracht van gewijsde, mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi yaitu Almarhumah Chanifah istri almarhum Maryun yang diteruskan oleh ahli warisnya, serta membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 210/PDT/2015/ tanggal 16 Juni 2015 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 341/ yang berarti putusan inkracht dari perkara ini adalah sebagaimana yang tertuang dalam putusan pengadilan tingkat pertama yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat IV merupakan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum merupakan suatu ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa perbuatan yang melawan hukum adalah perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dan mewajibkan orang yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut untuk mengganti kerugian. Pengertian ini secara jelas menyebutkan akibat dari adanya perbuatan melawan hukum tersebut adalah mewajibkan orang yang berbuat untuk mengganti kerugian tersebut. Suatu perbuatan dapat dikatakan perbuatan melawan hukum jika memenuhi unsur-unsurnya, yakni 1. Perbuatan itu harus melawan hukum. Pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo telah beralih kepemilikan menjadi atas nama Tergugat II tanpa sepengetahuan Penggugat sebagai pemilik sertifikat tersebut. Hal ini merupakan salah satu syarat seseorang dikategorikan sebagai orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu perbuatannya melanggar hak orang lain. 2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian. Kerugian ini dapat bersifat kerugian materil dan immateril. Pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 Tergugat II Menjadikan sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo milik Penggugat sebagai jaminan untuk meminjam modal. Selanjutnya Penggugat mengetahui fakta adanya piutang macet Tergugat II kepada Tergugat III dimana sertifikat hak guna bangunan Penggugat menjadi barang jaminan yang akan dilelang oleh Tergugat IV karena sudah dalam tahap penjualan barang sitaan. 3. Perbuatan itu hanya dilakukan dengan kesalahan. Dalam hukum perdata, seseorang dikatakan bersalah jika terhadap orang itu dapat disesalkan bahwa ia telah melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dihindarkan olehnya. Berdasarkan hal ini, maka perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang sengaja atau lalai. Suatu tindakan dianggap mengandung kesalahan jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut a. Ada unsur kesengajaan. Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 Tergugat I tidak mengembalikan jaminan utang milik Penggugat seperti yang telah diperjanjikan sebelumnya. Tergugat I telah berjanji untuk mengembalikan tetapi tidak kunjung mengembalikannya meskipun telah diperingatkan oleh Penggugat. b. Ada unsur kelalaian. Dalam unsur kelalaian, pembuat haruslah dapat mengira-ngira apakah perbuatan yang dilakukannya menimbulkan suatu resiko yang akan berdampak kepadanya, tetapi pembuat dalam hal ini tetap melakukan perbuatan yang seharusnya dihindari. 4. Antara perbuatan dan kerugian terdapat hubungan kausal. Pada Pasal 1365 KUHPerdata, hubungan kausal dapat dilihat dari apakah kerugian itu timbul karena adanya perbuatan tersebut atau apakah kerugian itu merupakan akibat dari perbuatan tersebut. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 yang sepatutnya dipersalahkan adalah Tergugat I karena Penggugat tidak akan mengalami kerugian apabila Tergugat I berbuat sesuai kesepakatan antara Penggugat dan dirinya. Tergugat I tidak mengembalikan jaminan utang dimana dalam hal ini adalah objek yang disengketakan, padahal kesepakatan telah lahir dari perjanjian secara lisan yang dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat I yang berisi jika Penggugat telah melunasi utang maka Tergugat I akan mengembalikan jaminan tersebut. Meskipun perjanjian dibuat secara lisan, perjanjian ini tetap sah sepanjang memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana dalam 1320 KUHPerdata dan tetap menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Tindakan yang dilakukan oleh Tergugat I juga telah mengakibatan terjadinya kekisruhan dan kaburnya kepastian hukum atas kepemilikan tanah dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan milik Penggugat. Pada kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 dilihat dari hasil analisa terhadap Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sah perjanjian, Perbuatan hukum yang dilakukan Tergugat II yaitu pengalihan hak dari Sertifikat Hak Guna Bangunan milik Penggugat kepada Tergugat II serta perjanjian kredit yang dilakukan Tergugat II dengan Tergugat III telah melanggar syarat objektif Pasal 1320 KUHPerdata karena tidak memenuhi syarat sebab yang halal dalam perjanjian. Hal ini diperkuat dengan perbuatan Tergugat I dan Tergugat II yang mengalihkan hak dari Penggugat kepada Tergugat II dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Penggugat, lalu perbuatan Tergugat II yang mengajukan pinjaman kepada Tergugat III dengan menjaminkan Hak Guna Bangunan milik Penggugat, serta adanya pelelangan tanpa sepengetahuan Penggugat sebagai pemilik tanah. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 perbuatan para Tergugat juga telah menimbulkan kerugian bagi Penggugat sehingga berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.” Artinya kasus tersebut memenuhi Pasal 1365 KUHPerdata yang mana para tergugat wajib mengganti kerugian yang dialami Penggugat. Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum baik yang disengaja maupun tidak atau karena lalai selanjutnya diatur dalam pasal 1366 KUHPerdata, “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Perbuatan melawan hukum dalam hal ini telah mengakibatkan pelanggaran terhadap hak Penggugat. Ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum dapat berupa ganti rugi dalam bentuk uang, ganti rugi dalam bentuk pengembalian keadaan seperti semula, pernyataan perbuatan yang dilakukan adalah melawan hukum, larangan untuk melakukan suatu perbuatan, dan meniadakan sesuatu yang diperoleh secara melawan hukum. Penggugat selain memiliki hak untuk meminta ganti kerugian juga memiliki wewenang untuk mengajukan nilai tuntutan yakni agar pengadilan menyatakan bahwa perbuatan Tergugat merupakan perbuatan melawan hukum. Penggugat juga dapat mengajukan tuntutan kepada pengadilan untuk menjatuhkan keputusannya dengan melarang Tergugat untuk melakukan perbuatan melawan hukum dikemudian hari. Hal ini dapat dilihat dari dikabulkannya gugatan yang menyatakan akta-akta Tergugat yang berkaitan dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo batal demi hukum. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya perbuatan melawan hukum di kemudian hari. Kesimpulan yang didapat dari analisis terhadap kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 adalah bahwa suatu perbuatan dikatakan perbuatan melawan hukum ketika perbuatan tersebut memenuhi unsur perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata dan setiap orang wajib bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya. VI. Referensi Buku Abdulkadir Muhammad. 2002. Hukum Perikatan. Bandung Alumni. MA. Moegni Djojodirjo. 1982. Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta Pradnya Paramita. Wardiono, K., & dkk. 2018. Buku Ajar Hukum Perdata. Surakarta Muhammadiyah University Press. Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Perdata Artikel Jurnal Abdughani, D. M. K. 2021. Tanggung jawab notaris/ppat terhadap akta jual beli tanah yang batal demi hukum. June. Prayogo, S. 2016. Penerapan Batas-Batas Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perjanjian. Jurnal Pembaharuan Hukum, 32, 280. Reza Nurul Ichsan, 2020. 2020. Jurnal Ilmiah METADATA. 211, 120–127. Slamet, S. R. 2013. Tuntutan Ganti Rugi dalam Perbuatan Melawan Hukum Suatu Perbandingan dengan Wanprestasi. Lex Jurnalica Journal of Law, 102, 107–120. Winanti, A., Qurrahman, T., & Agustanti, R. D. 2021. Peningkatan Status Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia, 32, 431–438. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this WinantiTaupiq Qurrahman Rosalia Dika AgustantiArticle 33 paragraph 3 of the 1945 Constitution which reads Earth, water and natural resources in it are controlled by the State and used for the greatest prosperity of the people. This article is one of the foundations for the birth of a law on basic agrarian principles. In the UUPA, land rights include property rights, rights to build, right to cultivate, use rights and other far, people in Indonesia control land with the status of ownership rights and building use rights. The strongest and most fulfilled status of land a person has is only property rights. Meanwhile, the right to build only has a certain period. We chose a place of service in the village of Satria Jaya because in this village there is a housing complex, namely Perum Graha Prima which is intended for Civil Servants and Members of the Indonesian National Army who are certified Building Use Rights. Most of the residents in this housing do not know how to qualify and how to change their rights position. From building use rights to ownership rights. So that giving understanding to the community about the importance of property rights and how to improve the position of land rights is a solution given to local communities. The implementation of community service activities is carried out virtually by using the Zoom application. Where the resource person delivered material about Property Rights, Building Use Rights and the process of increasing the status of land 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi Bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal tersebut sebagai salah satu landasan lahirnya undang-undang tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria UUPA. Dalam UUPA hak-hak atas tanah meliputi hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan hak lainnya. Sejauh ini, masyarakat di Indonesia menguasai tanah dengan status hak milik dan hak guna bangunan. Status tanah yang terkuat dan terpenuh yang dimiliki seseorang hanyalah hak milik. Sedangkan hak guna bangunan hanya mempunyai jangka waktu tertentu. Kami memilih tempat pengabdian di desa Satria Jaya karena di Desa ini terdapat Perumahan yaitu Perum Graha Prima yang diperuntukkan bagi PNS dan Anggota TNI yang bersertifikat Hak Guna Bangunan HGB. Hampir sebagian besar penduduk di perumahan tersebut tidak mengetahui bagaimana persyaratan dan caranya untuk merubah status hak dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. Sehingga pemberian pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya hak milik serta bagaimana peningkatan status hak katas tanah menjadi solusi yang diberikan kepada masyarakat setempat. Kegiatan pelaksanaan pengabdian dilakukan secara virtual dengan mempergunakan aplikasi Zoom. Dimana narasumber menyampaikan materi tentang Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan proses peningkatan status hak atas tanahSedyo PrayogoThe Act of the Civil Law makes a clear distinction between the engagement that is born of the agreement and engagement that is born of the legislation. The legal consequences are born of an engagement agreement is desired by the parties, because memng agreement based on the agreement that a rapprochement between the parties will make arrangements. While the legal consequences of an engagement that is born of a statute may not be desired by the parties, but the relationship of law and the legal consequences prescribed by law. Legal issues that arise in case there is a contractual relationship between the parties and the event of default can filed a lawsuit against the law. Based on the identification and analysis, the authors conclude that the draft Civil Code distinguishes between tort lawsuit is based on the contractual relationship between the Plaintiff and the Defendant and tort claims where there is no contractual relationship between the Plaintiff and the Defendant. Developments in the practice of court decisions indicate that a shift in the theory because of the contractual relationship between the Plaintiff and Defendant did not preclude the filing of a lawsuit against the WardionoWardiono, K., & dkk. 2018. Buku Ajar Hukum Perdata. Surakarta Muhammadiyah University Nurul IchsanReza Nurul Ichsan, 2020. 2020. Jurnal Ilmiah METADATA. 211, R SlametSlamet, S. R. 2013. Tuntutan Ganti Rugi dalam Perbuatan Melawan Hukum Suatu Perbandingan dengan Wanprestasi. Lex Jurnalica Journal of Law, 102, 107-120. PerbuatanMelawan Hukum (PMH) sebagai landasan hukum menyangkut perbuatan melawan hukum adalah Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi: "Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian untuk mengganti kerugian tersebut". Pertimbangan para hakim dalam kasus
ABSTRAK Penelitian ini merupakan analisis yuridis Perbuatan Melawan Hukum PMH bedasarkan kasus pada putusan pengadilan negeri padang nomor 161/ Pdg. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan diantara persetujuan, perjanjian, dan perikatan, mengetahui pengertian dan unsur-unsur perbuatan melawan hukum jika ditinjau dari KUHPer, jenis-jenis penyitaan dan mengetahui pertimbangan hakim dalam memutus perkara kasus tersebut dengan berdasar kepada bobot kerugian materil dan immaterilnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu berbasis studi pustaka dan berfokus pada pengolahan data sekunder dan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif analitis yang mana penulis mengaitkan kasus dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil kasus pada putusan pengadilan negeri padang nomor 161/ Pdg menyatakan tergugat telah menyatakan perbuatan melawan hukum dan menghukum tergugat untuk dapat mengganti kerugian materiil penggugat karena perbuatan dari tergugat untuk tidak melaksanakan kewajibannya dalam pembangunan objek perkara yang telah dibayarkan oleh penggugat kepada tergugat mengakibatkan kerugian bagi penggugat dan mengalami kerugian. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free ANALISIS YURIDIS KASUS PERBUATAN MELAWAN HUKUM BERDASARKAN STUDI KASUS PADA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PADANG NOMOR 161/ Pdg DISUSUN OLEH Muhammad Raihan Yulistio Prodi S1 Hukum, Fakultas Hukum,Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Email 2110611110 Syalaisha Amani Puspitasari Prodi S1 Hukum, Fakultas Hukum,Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Email 2110611120 Lisa Angelie Putrie Prodi S1 Hukum, Fakultas Hukum,Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Email 2110611127 Dwi Desi Yayi Tarina, Sebagai Dosen Pengampu Email dwidesiyayitarina ABSTRAK Penelitian ini merupakan analisis yuridis Perbuatan Melawan Hukum PMH bedasarkan kasus pada putusan pengadilan negeri padang nomor 161/ Pdg. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan diantara persetujuan, perjanjian, dan perikatan, mengetahui pengertian dan unsur-unsur perbuatan melawan hukum jika ditinjau dari KUHPer, jenis-jenis penyitaan dan mengetahui pertimbangan hakim dalam memutus perkara kasus tersebut dengan berdasar kepada bobot kerugian materil dan immaterilnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu berbasis studi pustaka dan berfokus pada pengolahan data sekunder dan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif analitis yang mana penulis mengaitkan kasus dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil kasus pada putusan pengadilan negeri padang nomor 161/ Pdg menyatakan tergugat telah menyatakan perbuatan melawan hukum dan menghukum tergugat untuk dapat mengganti kerugian materiil penggugat karena perbuatan dari tergugat untuk tidak melaksanakan kewajibannya dalam pembangunan objek perkara yang telah dibayarkan oleh penggugat kepada tergugat mengakibatkan kerugian bagi penggugat dan mengalami kerugian. Kata Kunci PMH , yuridis, kerugian ABSTRACT This research is a juridical analysis of tort law/unlawful acts based on the case of the Padang District Court decision number 161/ Pdg. The purpose of this research is to find out the difference between agreements, agreements, and engagements, to know the meaning and elements of unlawful acts when viewed from the Criminal Code, the types of confiscation and to know the judges' considerations in deciding these cases based on the weight of material losses and immaterial. The method used in this research is a normative juridical approach which is based on literature study and focuses on secondary data processing and legislation. This study also uses a descriptive analytical method in which the author relates the case to the applicable laws and regulations. The results of the case in the Padang district court decision number 161/ Pdg stated that the defendant had declared an unlawful act and sentenced the defendant to be able to compensate the plaintiff's material losses due to the defendant's actions not to carry out his obligations in development the object of the case that has been paid by the plaintiff to the defendant resulted in a loss for the plaintiff and suffered a loss. KeyWords unlawfull act, juridical, loss PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia sebagai subjek hukum dapat melakukan sebuah perbuatan hukum yang melibatkan dua pihak sekaligus dalam satu waktu, salah satunya dapat dilihat dalam kegiatan jual-beli. Jual-beli memiliki dua unsur pokok, yaitu barang dan harga, sehingga pihak pembeli dan penjual haruslah mencapai persetujuan tentang barang dan harga yang akan diperjual-belikan terlebih dahulu sebelum mengikatkan diri antara satu sama lain. Hal ini selaras dengan pengertian jual-beli yang tertuang dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut sebagai KUHPer yang memiliki arti bahwasanya jual-beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Mengacu pada pasal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan jual-beli menimbulkan kewajiban timbal-balik yang harus dipenuhi antara pihak penjual dan pembeli. Salfania, M. R. 2021. Tinjauan Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Jual Beli Rumah Studi Analisis Putusan Sby Doctoral Dissertation, Universitas Bhayangkara. R. Subekti & R. Tjitrosudibio, 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta Pradnya Paramita. Pihak pembeli memiliki kewajiban pokok untuk membayar objek yang dibeli dengan harga yang sesuai dengan perjanjian, sementara pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan hak milik benda yang dimilikinya hingga kepemilikan benda tersebut menjadi hak milik pembeli. Dalam ihwal pemenuhan kewajiban antara pihak penjual dan pembeli dalam kegiatan jual-beli, seringkali terdapat permasalahan yang menghambat kelancaran proses penyerahan objek penjualan dari pihak penjual kepada pihak pembeli, seperti adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh salah satu pihak. Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPer yang berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”. Dalam kasus yang terjadi pada putusan perdata Nomor 161/ Pdg antara pihak penggugat, Evita Yani sebagai pembeli dan tergugat PT. Sumatera Bp Developer & Realestat sebagai pihak penjual, diduga terdapat perbuatan pihak penjual sebagai tergugat yang memenuhi unsur perbuatan melawan hukum. Kasus ini bermula ketika penggugat telah melaksanakan kewajibannya sebagai pembeli untuk membayarkan uang muka sebesar Rp terhitung mulai Februari 2010 sampai dengan April 2010 atas pembelian satu unit rumah di Perumahan Permata Residence Pauh Ps. Baru Cupak Tangah Pauh Padang Blok C Nomor 2 dan telah disetujui oleh PT. Samudera Bp Developer & Realestat sebagai penjual, namun, penggugat tak kunjung mendapatkan konfirmasi selanjutnya mengenai perkembangan rumah tersebut. Penggugat terus menghubungi pihak tergugat hingga 4 Juni 2021, penggugat mengirimkan surat klarifikasi kepada tergugat dengan tujuan meminta tergugat untuk segera melaksanakan kewajibannya sebagai penjual, tetapi tak kunjung mendapat balasan mengingat alamat tergugat tidak ditemukan. Oleh karena itu, Evita Yani merasa dirugikan hingga menggugat PT. Samudera Bp Developer & Realestat atas tindakan perbuatan melawan hukum dengan disertai bukti-bukti pendukung hingga tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan berbagai pertimbangan atas kerugian materiil penggugat. Berdasarkan uraian yang tertuang dalam latar belakang di atas, maka Penulis tertarik untuk menganalisis lebih lanjut kasus mengenai perbuatan melanggar hukum antara penggugat Evita Yani dan tergugat PT. Sumatera Bp Developer & Realestat yang disusun dalam judul “Analisis Yuridis Kasus Perbuatan Melawan Hukum Berdasarkan Studi Kasus Pada Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 161/ Pdg”. Abdulkadir Muhammad, 2019. Hukum Perdata Indonesia, Bandung Citra Aditya Bakti. Hlm. 321-322. R. Subekti & R. Tjitrosudibio, 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta Pradnya Paramita. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tindakan PT Samudera Bp Developer & Realestat dapat dikatakan sebagai Perbuatan Melawan Hukum? 2. Bagaimana kerugian yang dialami Evita Yani dapat dipenuhi oleh PT Samudera Bp Developer & Realestat? 3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut dengan berdasar kepada bobot kerugian materil dan immateril? METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan menggunakan pendekatan yuridis normatif yang merupakan pendekatan yang digunakan bedasarkan bahan hukum utama dan berbasis studi pustaka yang berfokus pada pengolahan data sekunder dan peraturan perundang-undangan. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu mengumpulkan data, mengolah data dan menyajikan data dalam bentuk yang mudah dipahami, yang mana penulis mengaitkan kasus dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PEMBAHASAN A. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum Untuk mengetahui unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum, perlu diketahui perbedaan antara perjanjian, persetujuan dan perikatan 1. Perjanjian Perjanjian Menurut pasal 1313 KUH Perdata merupakan suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian perjanjian menurut Menurut Wierjono Rodjodikoro yang mengatakan bahwa perjanjian, adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian tersebutSebuah perjanjian memiliki syarat yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang- undang, sehingga ia diakui oleh hukum. Syarat syah perjanjian diatur dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, syarat- syarat sah perjanjian adalah sebagai berikut Wirjono Rodjodikoro, “Asas - Asas Hukum Perjanjian, Mazdar Madju” Bandung, 2000, hlm. 4. 1. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian consensus 2. Ada kecakapan pihak- pihak untuk membuat perjanjian capacity 3. Ada suatu hal tertentu object 4. Ada suatu sebab yang halal legal cause Selain syarat sah, perjanjian juga memiliki unsur-unsur perjanjian yang terkandung didalamnya. Para ahli Sudikno Martokusumo, Mariam Darus, Satrio bersepakat bahwa unsur-unsur perjanjian itu terdiri dari 1. Unsur Esensialia, yaitu adalah unsur yang mutlak harus ada untuk terjadinya perjanjian, agar perjanjian itu sah dan ini merupakan syarat sahnya perjanjian. Jadi keempat syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata merupakan unsur esensialia. Dengan kata lain, sifat esensialia perjanjian adalah sifat yang menentukan perjanjian itu tercipta 2. Unsur Naturalia, yaitu adalah unsur yang lazim melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian. Unsur ini merupakan sifat bawaan natuur atau melekat pada perjanjian. Misalnya penjual harus menjamin cacat-cacat tersembunyi kepada pembeli 3. Unsur Aksidentalia, yaitu unsur yang harus dimuat atau dinyatakan secara tegas di dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya, jika terjadi perselisihan, para pihak telah menentukan tempat yang di Persetujuan Persetujuan menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “KUHPerdata”. Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “KUHPerdata” Pasal 1313, yang menyatakan bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Persetujuan berasal dari bahasa Belanda yaitu overeekomst yang diterjemahkan sebagai kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian. “syarat perjanjian dan unsur perjanjian” , 20 februari, Namun ada yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan pandangan mengenai definisi perjanjian timbul karena adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari perbuatan yang dilakukan subyek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau dari sudut hubungan hukum. Menurut pendapat Prof. Subekti, dalam bukunya “Hukum Perjanjian” hal. 1 tentang persetujuan yaitu suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. 3. Perikatan Dalam Bahasa Belanda, perikatan disebut juga dengan “Verbintenis” atau dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah “Binding”. Verbintenis berasal dari perkataan bahasa Perancis yaitu “Obligation” yang terdapat dalam code civil Perancis. Dalam buku III KUHPerdata dibahas secara khusus tentang perikatan, menurut ilmu pengetahuan hukum, perikatan merupakan hubungan antara dua orang atau lebih, yang terletak dalam lapangan harta kekayaan, dimana terdapat pihak yang wajib memenuhi prestasi dan pihak yang berhak atas prestasi tersebut. Pengertian perikatan juga dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad yang mengatakan bahwa perikatan merupakan hubungan hukum yang terjadi antara debitur dengan kreditur, yang terletak dalam bidang harta kekayaan dimana keseluruhan aturan hukum yang mengatur hubungan hukum dalam bidang harta kekayaan ini disebut hukum harta kekayaan. Bedasarkan pendapat para ahli dan buku III KUHPerdata yang membahas tentang perikatan diatas, perikatan memiliki 4 unsur yang harus dipenuhi, yaitu 1. Adanya hubungan dengan hukum, adalah unsur yang melekatkan hak terhadap satu pihak dan kewajiban bagi pihak lain. Contohnya adalah Misal A berjanji menjual rumah kepada B, ini adalah hubungan hukum, akibat dari janji itu A wajib menyerahkan rumah miliknya kepada B, sedangkan B wajib menyerahkan harga rumah itu dan berhak menuntut penyerahan rumah 2. Unsur yang kedua adalah Kekayaan, yang berarti kriteria perikatan adalah ukuran-ukuran yang dapat memiliki nilai dalam suatu hubungan hukum. Obyek perbuatan adalah harta kekayaan, baik berupa benda berwujud atau benda tidak berwujud, benda bergerak atau benda tidak bergerak yang semuanya selalu di nilai dengan uang. R Setiawan, “Pokok Pokok Hukum Perikatan, Putra Abardin”, Bandung, 1999. Abdulkadir Muhammad, “Hukum Perdata Indonesia”, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 9. 3. Unsur yang ketiga adalah pihak-pihak, hal ini berarti di dalam perikatan harus terdiri minimal dari dua orang atau lebih. 4. Unsur yang keempat adalah prestasi atau objek perikatan yang merupakan bagian dari pelaksanaan perikatan, yang menurut Pasal 1234 KUHPerdata dibedakan atas memberikan sesuatu misalnya memberi benda untuk dipakai, penyerahan hak milik atas benda tetap atau benda bergerak, pemberian sejumlah uang, berbuat sesuatu misalnya membangun rumah, dan tidak berbuat sesuatu misalnya misalnya A buat perjanjian dengan B untuk tidak menjalankan usaha dalam daerah yang sama. Perikatan juga memiliki subjek, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam perikatan. Pihak-pihak yang bersangkutan merupakan subyek perikatan. Dengan kreditur yang diistilahkan sebagai pihak yang aktif, maka kreditur dapat melakukan tindakan tertentu terhadap debitur, pengertian kedua subjek perikatan tersebut antara lain 1. Pihak yang berhak atas sesuatu, disebut kreditur. 2. Pihak yang berkewajiban melakukan sesuatu, disebut debitur. Bedasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa persetujuan sama dengan perjanjian, dasar hukum persetujuan/perjanjian dan perikatan, semuanya mengacu pada KUHPerdata, baik persetujuan/perjanjian dan perikatan melibatkan setidaknya 2 dua pihak atau lebih. Sedangkan untuk perbedaannya, dari definisi-definisi yang telah dipaparkan di atas, dapat dilihat perbedaannya pada tahapan dan implikasinya. Prof Subekti mmenyebutkan dalam bukunya bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan menurut Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih Perbuatan Melawan Hukum atau disingkat PMH adalah suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan dan menimbulkan kerugian bagi orang yang terkena dampaknya korban dan korban yang dirugikan dalam perbuatan ini dapat melakukan tuntutan terhadap orang yang menyebabkan kerugian tersebut. Dalam bukunya, menurut Rosa Agustina perbuatan melawan hukum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut agar dapat disebut sebagai PMH, yaitu perbuatan itu bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, perbuatan tersebut bertentangan dengan hak subjektif orang lain, bertentangan dengan kesusilaan, keempat, bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian. Dalam konteks hukum perdata, perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek BW, dalam Buku III BW, pada bagian tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang, yang menyatakan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pengertian perbuatan melawan hukum juga dijelaskan oleh para ahli yaitu sebagai berikut 1. Code Napoleon yang berpendapat bahwa Perbuatan Melawan Hukum adalah setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian mengganti kerugian tersebut. 2. Soebekti dan Tjitrosudibio yang berpendapat bahwa setiap perbuatan melanggar hukum akan membawa suatu kerugian kepada orang lain, oleh karenanya diwajibkan menggatntikan kerugian tersebut kepada orang yang dirugikan. Menurut legisme abad ke 19 suatu perbuatan melawan hukum adalah berbuat sesuatu atau tidak berbuat yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat atau melanggar hak orang lain. Sehingga menurut ajaran Legistis suatu perbuatan melawan hukum harus memenuhi salah satu unsur yaitu melanggar hak orang lain bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat yang telah diatur dalam Perbuatan Melawan Hukum Berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang pada putusan nomor 161/ Pdg yang menyatakan bahwa tergugat PT. Samudera Bp Developer & Realestat telah melakukan perbuatan melawan hukum sesuai dengan Pasal 1365 KUHPer yang berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”, maka dapat disimpulkan bahwa pihak tergugat telah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagai berikut 1. Perbuatan itu harus melawan hukum Rosa Agustina, 2003, “Perbuatan Melawan Hukum”, Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 17 “Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Menurut Para Ahli” 20 februari, Kata “Perbuatan” merujuk kepada perbuatan yang bersifat positif atau perbuatan yang sengaja dan benar-benar dilakukan oleh seseorang, sementara perbuatan yang bersifat negatif memiliki arti bahwa seseorang benar-benar berdiam diri dengan tidak melakukan suatu perbuatan hingga menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam hal ini, PT. Samudera Bp Developer & Realestat sebagai pihak tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yang bersifat negatif mengingat PT. Samudera Bp Developer & Realestat tidak melakukan perbuatan apapun hingga menimbulkan kerugian kepada pihak penggugat karena dibiarkan tidak mengetahui informasi apapun mengenai perkembangan unit rumah yang dibelinya. Dengan kata lain, PT. Samudera Bp Developer & Realestat secara jelas berdiam diri dan tidak bisa dihubungi, serta tidak memenuhi kewajibannya sebagai penjual untuk memberikan kejelasan mengenai unit rumah yang telah dibeli oleh penggugat. Terlepas dari kewajibannya sebagai pihak penjual, PT. Samudera Bp Developer & Realestat juga telah melanggar hak penggugat yang notabene merupakan pembeli dari objek perkara, sehingga dapat disimpulkan bahwa PT. Samudera Bp Developer & Realestat telah memenuhi unsur perbuatan yang melawan hukum. 2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum apabila telah menimbulkan kerugian bagi pihak lain dan kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum terbagi menjadi kerugian materiil dan immaterial. Kerugian materiil merupakan kerugian yang benar adanya dan nyata diderita oleh pihak yang dirugikan, sedangkan kerugian immaterial merupakan kerugian yang tidak bisa diperhitungkan secara jelas dan matematis, tetapi tetap dapat dipenuhi dengan jumlah ganti rugi berupa uang yang diperhitungkan dengan sewajarnya. Dalam perkara ini, penggugat telah meminta pengembalian uang Rp sembilan puluh juta rupiah atas kerugian materiil yang menimpanya dan Rp dua ratus juta rupiah atas kerugian immateril dengan pertimbangan bahwasanya apabila tergugat melaksanakan kewajibannya sebagai penjual dengan baik, maka saat ini penggugat dapat menempati unit rumah yang dibelinya dengan nyaman. Majelis hakim dengan berbagai pertimbangannya memutuskan untuk mengabulkan Busyra Vita Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Bank X Atas Perjanjian Jual Beli Piutang Dan Akta Cessie Antara Pt Silver Touch Dengan Bppn Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/Pdt/2007. Universitas Indonesia petitum pada point tentang tergugat yang harus mengembalikan kerugian materiil berupa Rp sembilan puluh juta rupiah kepada penggugat mengingat tergugat tidak memenuhi kewajibannya sebagai penjual dengan baik hingga menimbulkan kerugian pada pihak pembeli, sedangkan Majelis Hakim memutuskan untuk menolak petitum pada point kerugian immateril yang mengharuskan tergugat mengganti kerugian sebesar Rp dua ratus juta rupiah karena kerugian immateril yang dialami penggugat tidak diuraikan dengan jelas dan dianggap tidak beralasan hukum. 3. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan Subjek hukum dapat digolongkan telah melakukan sebuah kesalahan apabila orang tersebut pada dasarnya telah mengetahui bahwa perbuatannya akan merugikan atau melukai kepentingan orang lain. Dalam arti luas, kesalahan meliputi kealpaan dan kesengajaan, sementara dalam arti sempit hanya meliputi kesengajaan. Adapun unsur-unsur yang terkandung pada “kesalahan” dalam Pasal 1365 dan 1366 KUHPer meliputi kesengajaan dan kelalaian. Kesengajaan ditunjukan apabila seseorang telah mengetahui bahwasanya perbuatan yang dilakukannya akan merugikan pihak lain, sedangkan kelalaian ditunjukan apabila seseorang tidak menghendaki perbuatan tersebut, tetapi perbuatannya tetap menimbulkan kerugian bagi pihak lain sehingga tetap harus mengganti kerugiannya. Pada perkara yang terjadi diantara penggugat Evita Yani dan tergugat PT. Samudera Bp Developer & Realestat, pihak tergugat sebagai penjual telah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang pada point ini menurut hemat penulis tergolong sebagai perbuatan yang sengaja mengingat tepat setelah penggugat melunasi pembayaran uang muka sebesar Rp Sembilan puluh juta rupiah, tergugat hilang tanpa kabar dan menimbulkan kerugian materiil pada penggugat. 4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal Kausal menurut KBBI adalah hubungan-hubungan yang bersebab akibat, maka hubungan kasual dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang menjadi sebab dari suatu akibat. Hubungan kausal dalam perbuatan melawan hukum menimbulkan akibat berupa kerugian yang harus digantikan melalui ganti rugi oleh pihak yang menyebabkan kerugian. Hal ini selaras dengan teori Von Buri “conditio sine qua non” yang menyatakan bahwa tiap-tiap masalah yang merupakan syarat untuk timbulnya suatu akibat adalah menjadi sebab dan akibat. Selain itu, Von Kries juga mengemukakan teori adequate veroorzaking yang menyatakan bahwa yang dianggap sebab adalah perbuatan yang menurut pengalaman manusia normal sepatutnya dapat diharapkan menimbulkan akibat, dalam hal ini akibatnya adalah kerugian. Jadi, antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung. Dalam perkara pada putusan nomor 161/ Pdg, PT. Samudera Bp Developer & Realestat sebagai tergugat telah memenuhi unsur kausalitas pada point ini karena perbuatan tergugat yang secara jelas dapat dikatakan melanggar kewajibannya sebagai penjual dan telah menimbulkan akibat berupa kerugian materiil kepada penggugat karena penggugat tidak dapat menikmati objek perkara yang dalam hal ini adalah unit rumah di Perumahan Permata Residence Pauh Ps. Baru Cupak Tangah Pauh Padang Blok C Nomor 2 sebagaimana semestinya. B. KLASIFIKASI PENYITAAN PADA PUTUSAN NOMOR 161/ Pdg Pada Putusan Nomor 161/ Pdg, terdapat permohonan sita jaminan oleh penggugat kepada Pengadilan Negeri Padang berupa satu bidang rumah di Perumahan Permata Residence Blok C No. 2 Pauh Cupak Tangah, Pauh Padang. Rumah tersebut merupakan rumah yang sebelumnya sudah dibayarkan uang muka oleh penggugat. Sita jaminan ini dimaksudkan untuk mengamankan barang sengketa sebelum perkara selesai.. Sita jaminan dilakukan agar tergugat dapat menjalankan kewajibannya terhadap penggugat dengan sungguh-sungguh. Sita jaminan dilakukan agar barang yang disengketakan tidak dipindahtangankan, dialihkan, atau diperjualbelikan oleh pihak tergugat. Jika pihak tergugat tidak dapat memberikan kewajibannya kepada pihak penggugat setelah terdapat kemenangan yang diberikan oleh hakim mengenai gugatannya, maka barang tersebut akan masuk ke dalam sita eksekusi. Sita eksekusi adalah benda yang telah disita pengadilan dilakukan pelelangan agar kewajiban tergugat kepada penggugat terpenuhi. Ada dua jenis sita jaminan, yaitu sita jaminan yang diajukan penggugat terhadap barang tergugat dan sita jaminan yang diajukan oleh penggugat terhadap barang milik penggugat. Febriliana, M. 2017. Perbuatan Melawan Hukum Atas Tidak Diserahkannya Sertifikat Dalam Jual Beli Rumah Antara Ny. Aimy Pramono Dengan Ny Mieke Surjana Dihubungkan Dengan Buku Iii Kuhperdata Doctoral Dissertation, Fakultas Hukum Unpas. Bambang Sujay 2015. Pengantar Hukum Acara Perdata Dan Contoh Dokumen Prenada Media. Kemudian, sita jaminan yang diajukan penggugat terhadap barang tergugat dibagi lagi menjadi dua, yaitu 1. Pandbeslag 2. Conservatoir Beslag Selanjutnya, sita jaminan yang diajukan penggugat terhadap barang penggugat dibagi menjadi dua, yaitu 1. Revindicatoir Beslag 2. Marital Beslag Sita jaminan yang diterapkan pada Putusan Nomor 161/ Pdg termasuk dalam Conservatoir Beslag. Seperti yang dicantumkan dalam Pasal 227 dan Pasal 197 HIR, serta Pasal 261 dan Pasal 208 RBg, yang intinya sebagai berikut 1. Terdapat sangka yang beralasan jika tergugat sebelum diberikannya putusan atau dilaksanakan mencari cara untuk menggelapkan atau melarikan barang-barang tersebut. 2. Barang yang dilakukan penyitaan adalah milik dari orang yang terkena sita ,bukan milik penggugat 3. Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan 4. Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis 5. Sita conservatoir dilakukan terhadap barang yang bergerak dan yang tidak bergerak. Tergugat bisa saja mencari cara untuk memindahtangankan dan menjual belikan rumah tersebut. Hal ini dikarenakan sebelumnya alamat tergugat tidak ditemukan dan nomor penggugat tidak dapat ditemukan. Tindakan tersebut merupakan akal-akalan tergugat untuk melarikan dirinya dari kewajiban yang harus dipenuhi. Bukan milik penggugat mempunyai arti bahwa barang yang disita merupakan milik tergugat. Barang tersebut masih milik tergugat karena penggugat baru saja membayarkan uang dimuka, belum membayarkan uang rumah secara keseluruhan. Penggugat juga belum menikmati dan menerima barang yang bersangkutan. Sita jaminan diajukan untuk penyitaan berupa sebidang rumah di Perumahan Permata Residence Blok C No. 2 Pauh Cupak Tangah, Pauh Padang. Rumah dalam hal ini merupakan benda yang tidak bergerak. Salah satu benda tidak bergerak menurut KUHPer Pasal 506 adalah pekarangan-pekarangan tanah yang disiapkan untuk tempat tinggal dan Pantas Sianturi. 2017. Sita Jaminan Dalam Hukum Acara Focus Upmi. Vol. 6 No. 2. Hlm. 59-66 Bambang Sugeng, Hlm. 76-77 apa yang didirikan di atasnya. Rumah merupakan bagian yang dapat didirikan diatas tanah dan termasuk sebagai benda tak bergerak dalam KUHPer. Dengan demikian, pengajuan sita jaminan pada Putusan Nomor 161/ Pdg sudah sesuai dengan hukum yang berlaku. C. PERTIMBANGAN HAKIM MENGENAI KERUGIAN MATERIAL DAN IMMATERIAL Pada Putusan Nomor 161/ Pdg, terdapat kerugian materil dan kerugian immaterial yang diajukan oleh penggugat. Kerugian materiil berupa yang diajukan berupa uang sebesar Uang sebesar itu merupakan uang muka rumah yang dibayarkan oleh Evita Yanti terhadap PT. Sumatera Bp Developer & Realestat. Kerugian immateriil yang diajukan berupa uang sebesar Penggugat menyatakan bahwa pikiran dan tenaga penggugat terkuras karena permasalahan ini. Pada Kemudian, penggugat mengatakan jika masalah ini tidak terjadi, penggugat sudah dapat menempati rumah yang dimaksud. Akan tetapi, kerugian yang dikabulkan oleh pengadilan hanyalah kerugian materiil, sedangkan kerugian immateriil ditolak. Penyebab penolakan tersebut oleh Majelis Hakim didasarkan pada kerugian immateriil yang dimintakan tidak dirinci dan tanpa alasan hukum. Pengaturan mengenai ganti rugi ada pada KUHPer Pasal 1365 KUHPer yang berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.Kerugian materiil dapat dikatakan sebagai kerugian yang senyatanya dapat dihitung jumlahnya berdasarkan nominal uang sehingga ketika tuntutan materiil dikabulkan dalam putusan hakim maka penilaiannya dilakukan secara materiil juga dapat dikatakan sebagai kerugian yang secara nyata diderita oleh Perdana Raya Waruyu, 2017. Perluasan Ruang Lingkup Kerugian Immaterial. Jakarta; Kepaniteraan Mahkamah Agung. Diakses Dari Https// Pada 3 Maret 2022. Bimo Prasetio. 2011. Di Mana Pengaturan Kerugian Konsekuensial Dalam Hukum Indonesia?. Jakarta Hukumonline. Diakses Dari Https// Pada 3 Maret 2022 Kerugian immateriil merupakan kerugian yang diderita akibat perbuatan melawan hukum yang tidak dapat dibuktikan, dipulihkan kembali, dan atau menyebabkan kehilangan hidup sementara, ketakutan, sakit, dan terkejut sehingga tidak dapat dihitung berdasarkan uang. Menurut Mahkamah Agung pada Putusan perkara Peninjauan Kembali No. 650/PK/Pdt/1994 cakupan kerugian materiil berupa hal-hal tertentu saja seperti perkara kematian, luka berat, dan penghinaan. Cakupan ini didasarkan pada Pasal 1370, 1371, dan 1372 KUHPer. Pada perkembangannya, kerugian immateriil dapat dapat dikabulkan diluar ketiga perkara yang tertera pada Putusan perkara Peninjauan Kembali No. 650/PK/Pdt/1994. Pada Putusan Nomor/305/ Tng mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT Indonesia Air Asia kepada Hastarjarjo Boedi. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan berupa pembatalan penerbangan secara sepihak melalui SMS. Pada saat itu penggugat akan menjadi pembicara tunggal pada suatu workshop. Pengadilan Negeri Tangerang mengabulkan gugatan ganti kerugian immateriil dengan pertimbangan menghindarkan tindakan sewenang-wenang dari perusahaan penerbangan umumnya dan terhadap penumpang khususnya. Kerugian immaterial harus dibayarkan oleh tergugat dianggap pantas dan adil. Ada beberapa hal yang menyebabkan ganti kerugian immateriil ditolak. Hal yang pertama yang menjadi penyebab adalah jumlah tuntutan immateriil yang tidak wajar. Hal ini dilihat pada Putusan PN Semarang Nomor 304/Pdt/2011/ mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT Maskapai Lion Air Jakarta kepada Robert Mangatas Silitonga. Penggugat menggugat tergugat dengan tuntutan materiil sebesar dan immateril sebesar Majelis hakim menganggap bahwa jumlah tersebut tidaklah wajar. Pada perkara yang sama tidak terkabulkannya permohonan ganti rugi immateriil dikarenakan penggugat tidak menguraikan kemampuan atau kekayaan yang dimiliki oleh pihak maskapai yang dikaitkan dengan jumlah immateriil yang wajar diberikan kepada penggugat. Pada Putusan Nomor 161/ Pdg penolakan kerugian material oleh majelis hakim sudah sesuai. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, yaitu 1. Perkara bukan merupakan kematian, luka berat, dan penghinaan seperti yang tercantum pada Pasal 1370, 1371, dan 1372 KUHPer 2. Hakim tidak bisa mengetahui keadilan menurut tergugat karena dari PT Sumatera Bp Developer & Realestat tidak mengirimkan seorang pihak pun untuk datang ke Pengadilan Negeri Padang 3. Tidak adanya rincian kemampuan atau kekayaan pihak PT Sumatera Bp Developer & Realestat yang dituliskan oleh pihak penggugat KESIMPULAN Perjanjian merupakan perbuatan seseorang atau beberapa orang mengikatkan diri pada orang yang lain. Pada persetujuan, beberapa ahli berpendapat bahwa persetujuan memiliki arti yang sama dengan perjanjian. sedangkan beberapa yang lain tidak. Perikatan adalah perbuatan seseorang mengikatkan diri dengan orang lain sehingga timbulah pihak yang wajib melaksanakan prestasi serta yang berhak atas prestasi. Antara perjanjian dan perikatan memiliki unsur masing-masing. Perjanjian dapat menimbulkan perikatan, tetapi perikatan tidak hanya disebabkan oleh perjanjian melainkan hal yang lainnya, seperti undang-undang. Perbuatan melawan hukum adalah suatu tindakan yang dilakukan dan menimbulkan kerugian bagi orang yang menjadi korban. Korban yang dirugikan dalam perbuatan ini dapat menuntut ganti rugi. Terdapat beberapa unsur agar sebuah tindakan dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Unsur tersebut antara lain perbuatan tersebut melawan hukum, terdapat kesalahan pihak pelaku, adanya kerugian korban, dan adanya kausal. Perkara yang menggugat PT. Samudera Bp Developer & Realestat telah melakukan perbuatan melanggar hukum terbukti menimbulkan kerugian pada Evita Yani selaku tergugat sebesar Rp sebagai kerugian materiil. Agar kerugian yang diterima Evita Yani dapat dipenuhi oleh PT Samudera Bp Developer & Realestat, maka diajukanlah sita jaminan oleh pihak penggugat. Sita jaminan yang diajukan oleh penggugat berupa conservatoir beslag. Conservatoir beslag yang dilakukan oleh Evita Yani berupa penyitaan rumah yang sudah dibayar dimuka. Kerugian materiil dan immateriil yang diajukan oleh tidak sepenuhnya dikabulkan oleh hakim. Penilaian hakim untuk tidak mengabulkan kerugian immaterial sudah tepat karena perkara bukan merupakan kematian, luka berat, dan penghinaan;Hakim tidak dapat mengetahui keadilan menurut tergugat karena tergugat tidak datang; Penggugat tidak merinci kemampuan atau kekayaan pihak PT Sumatera Bp Developer & Realestat. DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad, 2019. Hukum Perdata Indonesia, Bandung Citra Aditya Bakti. Hlm. 321-322. Abdulkadir Muhammad, 2019. Hukum Perdata Indonesia, Bandung Citra Aditya Bakti. hlm. 260. Abdulkadir Muhammad, “Hukum Perdata Indonesia”, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 9. Anggia Safia, , 20 februari, Bambang Sugeng, Hlm. 76-77 Bambang Sujay 2015. Pengantar Hukum Acara Perdata Dan Contoh Dokumen Prenada Media. Bimo Prasetio. 2011. Di Mana Pengaturan Kerugian Konsekuensial Dalam Hukum Indonesia?. Jakarta Hukumonline. Diakses Dari Https// Pada 3 Maret 2022 Busyra Vita Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Bank X Atas Perjanjian Jual Beli Piutang Dan Akta Cessie Antara Pt Silver Touch Dengan Bppn Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/Pdt/2007. Universitas “Cara membedakan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum” 21 februari, Febriliana, M. 2017. Perbuatan Melawan Hukum Atas Tidak Diserahkannya Sertifikat Dalam Jual Beli Rumah Antara Ny. Aimy Pramono Dengan Ny Mieke Surjana Dihubungkan Dengan Buku Iii Kuhperdata Doctoral Dissertation, Fakultas Hukum Unpas. Liana tan “Perjanjian Pada Umumnya, Perjanjian Kerjasama Dan Pelayanan Kesehatan Jasa Medis” ,20 februari, Pantas Sianturi. 2017. Sita Jaminan Dalam Hukum Acara Focus Upmi. Vol. 6 No. 2. Hlm. 59-66 “Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Menurut Para Ahli” 20 februari, R Setiawan, “Pokok Pokok Hukum Perikatan, Putra Abardin”, Bandung, 1999. R. Subekti & R. Tjitrosudibio, 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta Pradnya Paramita. R. Subekti & R. Tjitrosudibio, 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta Pradnya Paramita. Riki Perdana Raya Waruyu, 2017. Perluasan Ruang Lingkup Kerugian Immaterial. Jakarta; Kepaniteraan Mahkamah Agung. Diakses Dari Https// Pada 3 Maret 2022. Rosa Agustina, 2003, “Perbuatan Melawan Hukum”, Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 17 Salfania, M. R. 2021. Tinjauan Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Jual Beli Rumah Studi Analisis Putusan Sby Doctoral Dissertation, Universitas Bhayangkara. “syarat perjanjian dan unsur perjanjian” , 20 februari, Wirjono Rodjodikoro, “Asas - Asas Hukum Perjanjian, Mazdar Madju” Bandung, 2000, hlm. 4. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this MuhammadAbdulkadir Muhammad, 2019. Hukum Perdata Indonesia, Bandung Citra Aditya Bakti. hlm. Mana Pengaturan Kerugian Konsekuensial Dalam Hukum IndonesiaBimo PrasetioBimo Prasetio. 2011. Di Mana Pengaturan Kerugian Konsekuensial Dalam Hukum Indonesia?. Jakarta Hukumonline. Diakses Dari Https// Yuridis Atas Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Bank X Atas Perjanjian Jual Beli Piutang Dan Akta Cessie Antara Pt Silver Touch Dengan Bppn Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/Pdt/2007. Universitas "Cara membedakan wanprestasi dan perbuatan melawan hukumBusyra VitaBusyra Vita Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Bank X Atas Perjanjian Jual Beli Piutang Dan Akta Cessie Antara Pt Silver Touch Dengan Bppn Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/Pdt/2007. Universitas "Cara membedakan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum" 21 februari, Pada Umumnya, Perjanjian Kerjasama Dan Pelayanan Kesehatan Jasa MedisLiana TanLiana tan "Perjanjian Pada Umumnya, Perjanjian Kerjasama Dan Pelayanan Kesehatan Jasa Medis" februari, Jaminan Dalam Hukum Acara PerdataPantas SianturiPantas Sianturi. 2017. Sita Jaminan Dalam Hukum Acara Focus Upmi. Vol. 6Pokok Pokok Hukum Perikatan, Putra AbardinR SetiawanR Setiawan, "Pokok Pokok Hukum Perikatan, Putra Abardin", Bandung, 1999. Ruang Lingkup Kerugian ImmaterialRiki Perdana Raya WaruyuRiki Perdana Raya Waruyu, 2017. Perluasan Ruang Lingkup Kerugian Immaterial. Jakarta;Rosa AgustinaRosa Agustina, 2003, "Perbuatan Melawan Hukum", Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 17M R SalfaniaSalfania, M. R. 2021. Tinjauan Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Jual Beli Rumah Studi Analisis Putusan Sby Doctoral Dissertation, Universitas Bhayangkara.
. 454 10 194 208 361 80 82 56